Kopi Manggarai, Bagaimana Sejarahnya?

Sejarahnya tidak ditemukan secara detail dan lengkap pada masa kerajaan Bima memengaruhi Manggarai. Demikian halnya dengan kerajaan Goa. Pada masa itu kopi belum dibudidayakan di pedalaman dan sumberdaya yang dimanfaatkan masih terbatas pada hasil bumi non perkebunan dan ternak.

Menurut laporan jurnalistik (Kompas, 2012), Belanda adalah yang pertama kali memperkenalkannya. Kopi ditanam lebih dulu di bagian Timur Pulau Flores, mengingat Belanda memulai pemerintahannya dari bagian Timur dan berekspansi ke Barat. Belanda secara resmi hadir di Manggarai pada tahun 1908 dan memusatkan administrasinya di Kota Ruteng yang terletak di dataran tinggi Manggarai. Kondisi alam di dataran tinggi Manggarai memungkinkan untuk budidaya kopi. Kawasan Manggarai Raya yang meliputi Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur mengenal budidaya kopi sejak akhir 1920-an, langsung dari kolonial Belanda. Usaha tanaman dan perdagangan kopi tersebut berawal di Colol, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Manggarai Timur. Jejak sejarahnya antara lain dibuktikan melalui penghargaan berupa selembar bendera tiga warna dari pemerintah kolonial Belanda kepada seorang petani Colol yang dinilai sukses berbudidaya kopi pada sekitar tahun 1937. Sejak itu kopi menjadi tanaman primadona masyarakat Manggarai Raya hingga kini. Tidak lama setelah menobatkan Baroek dari Todo sebagai Raja Manggarai, Belanda mengadakan “Pertandingan Keboen‟ yang merupakan sayembara penanaman kopi di seluruh Manggarai Raya pada tahun 1937.

Melalui proses seleksi yang ketat, akhirnya seorang petani dari Colol yang bernama Bernadus Odjong keluar sebagai pemenangnya. Sebagai pemenang dia diberi hadiah sebuah Bendera Belanda yang kini disimpan oleh keturunannya di Kampung Biting, Desa Uluwae, Colol (Kompas, 2012). Colol adalah sebuah nama kawasan di Kecamatan Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur. Colol berjarak sekitar 35 km dari Ruteng, Ibu kota Kabupaten Manggarai dan sekitar 60 km dari Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur. Colol dikenal sebagai sentra penghasil Arabika maupun Robusta di seluruh kawasan Manggarai Raya. Pada masa lalu, Colol merupakan Gelarang, yaitu suatu unit pemerintahan dibawah Kedaluan Lamba Leda. Pertandingan Keboen pada tahun 1937 di atas merupakan momentum kehadiran kopi di Manggarai. Walaupun begitu, diperkirakan pada akhir tahun 1920 tanaman kopi mulai banyak dibudidayakan di seluruh dataran tinggi Manggarai atas anjuran dan dukungan dari Pemerintah Kolonial Belanda dan Raja Manggarai saat itu, Alexander Baroek (Kompas, 2012).

Sejarah lain menyebutkan bahwa dalam bahasa lokal, kopi di Manggarai seringkali disebut dengan Kopi Tuang. Disebut Tuang (tuan) karena yang membawa kopi adalah pemerintah Belanda dan para misionaris Eropa yang bekerja di Manggarai. Kopi bagi masyarakat Manggarai menjadi minuman yang disajikan dalam berbagai kesempatan baik dikala santai maupun dalam situasi-situasi resmi. Kepada siapapun kopi disajikan secara spontan, bahkan termasuk orang asing yang sedang melewati kampung. Dalam bahasa lokal sering dikatakan, « Ite, cenggo inung kopi di » (Wahai saudara, marilah kita singgah menyeruput kopi). Selain itu kopi juga dibawa ke ranah spiritual. Secara umum masyarakat di Manggarai memiliki tradisi Toto Kopi, yaitu meramal seseorang dengan menggunakan media ampas kopi, yang dalam bahasa umum dikenal sebagai pengetahuan Tasseografi.

Tradisi ini juga dikenal di masyarakat di Timur Tengah, Eropa hingga Asia. Tradisi Toto Kopi biasanya dilakukan oleh masyarakat setelah usai menikmati kopi. Setelah air kopi habis, gelas kemudian ditelungkupkan sehingga ampas yang masih tersisa dalam gelas meninggalkan jejak garis-garis pada dinding gelas. Jejak garis-garis kopi yang tertinggal tersebut oleh masyarakat sekitar dianggap sebagai simbol-simbol yang memberikan informasi mengenai kehidupan di masa lalu, masa kini dan masa depan. Namun demikian, yang menarik adalah hanya kaum perempuan yang memiliki intuisi yang mampu berdialog dan menyampaikan pesan yang ditinggalkan oleh jejak garis-garis kopi tersebut. Dalam tradisi di Manggarai, kopi adalah simbol kehidupan dan juga sarana yang istimewa, terutama bagi kaum perempuan sebagai sarana penghargaan terhadap tamu yang mengunjungi rumah seseorang. Dengan demikian, kopi asli Manggarai tidak hanya terbatas memiliki hubungan historis antara kopi dan masyarakat, akan tetapi juga memiliki hubungan spiritual yang sangat dalam dengan kehidupan masyarakatnya.

Budidaya kopi di Manggarai sangat erat dengan budaya adat istiadat. Ritual-ritual adat masih dilestarikan masyarakat Manggarai. Dalam hal ini, petani memegang teguh ritus-ritus adat dan filosofi budaya Manggarai karena memiliki nilai yang mendalam dan pengaruh yang intens pada pemaknaan atas hidup.

mpigkafm.com

Berita & Artikel Lainnya

Mari Berkolaborasi!

Mari berkolaborasi bersama kami, Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Arabika Flores Manggarai – Indonesia